Senin, 26 Agustus 2013

Next Story dari : 
ayik2945@yahoo.com

Bang, aku juga mau cerita tentang pengorbanan ibuku ya (terus terang cerita bang alit tentang ibu di twiter abang kemaren, nyentuh banget, sehingga aku ingat betapa hebat pengorbanan seorang ibu).

Baiklah..
Keluarga kami bukan keluarga kaya, namun cukuplah untuk sehari-hari. Ibu bantu keuangan keluarga dengan jadi penjahit, langganan beliau lumayan banyak. Beliau berusaha memenuhi keperluan anaknya tanpa mengutak-atik uang dari bapak.

Agustus tahun 2000 tak akan terlupa buatku, dimana bulan itu, pada hari pengumuman kelulusan tes UMPTN ku, di hari yg sama juga ibu punya pengumuman di rumah bahwa beliau terkena kanker usus. Memang gejalanya telah tampak beberapa bulan terakhir, namun saat diperiksa ke dokter dikatakan tidak apa-apa, hingga ibu bertemu dokter yang biasa menangani keluarga besar yang juga kebetulan tetangga di kampung.

Bulan itu menjadi penuh pertimbangan buat kami, keuangan keluarga kami yang serba pas-pasan, membuatku memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah dan mengorbankan kelulusan UMPTN ku. Aku mengusulkan agar uang itu dipakai berobat saja oleh ibu. Namun ibu bilang, uang itu harus dipakai biaya kuliah karena beliau tidak mau anaknya tidak mendapatkan pendidikan. Aku menghadapi sebuah dilema bang. Aku bingung, bila aku kuliah, sama saja aku membiarkan ibu menghadapi penderitaan beliau. Sedangkan bila aku tidak kuliah, sama saja aku tidak mendengarkan amanat beliau.

Hingga akhirnya ibu benar-benar meyakinkan aku untuk tetap kuliah di akademi kebidanan (itu merupakan keinginan beliau), dan ibu berjanji untuk tetap melanjutkkan pengobatan hingga aku sukses jadi bidan dan bisa mengobati beliau. Hal itu memotivasiku untuk tetap melanjutkan cita-cita sekaligus amanat beliau.

Tapi berselang 6 bulan, tepatnya tanggal 10 desember taun 2000, ibu menghembuskan nafas terakhirnya karena sudah tak kuat menahan sakit. Dan yang aku sesali, aku tak sempat memenuhi keinginan beliau untuk sekedar menyuntikkan vitamin atau memberikan obat kepada beliau. Karena pada saat beliau meninggal, aku masih semester I dan belum mempelajari ketrampilan tersebut.

Tapi lama-lama aku sadar, penyesalan tidak akan membuat ibuku hidup lagi. Lebih baik aku menjalankan amanat beliau dengan sebaik-baiknya, jangan sampai pengorbanan beliau sia-sia, sehingga beliau bisa tersenyum di surga. Dan dari kejadian itu, aku belajar bahwa seorang ibu pasti akan melakukan apa saja untuk kebaikan anaknya meskipun harus mengorbankan dirinya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar